Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

jadwal solat

Rabu, 07 Maret 2012

Waspadain Status Facebook

Saat ini Facebook tidak hanya digunakan sebagai sarana jejaringan sosial yang bisa menghubungkan teman dan keluarga atau menemukan sahabat baru serta menyebebarluaskan pesan kepada teman. Ada kecenderungan bahwa facebook juga digunakan sebagai sarana untuk mengintai (spying) aktivitas bahkan tingkah laku dan perasaan sesorang termasuk kekasih atau mantan kekasih. Di sekolah seorang guru bisa memantau aktivitas dan tingkah laku seorang siswa atau bahkan secara leluasa memerikasa isi profil siswa tersebut. Tidak hanya itu, di kantor kantor dan persusahaan terkadang seorang kepala kantor atau manajer bisa mengintai aktivitas dan tingkah laku karyawan, memantau apa yang mereka tuliskan dan tampilkan pada timeline facebook mereka dan bahkan mengakses informasi pribada mereka.
Hal itu sungguh sangat memungkinkan dilakukan sebab sering siswa atau karyawan melampiaskan/mengeluhkan perasaan mereka di Facebook hingga tak heran jika saat ini facebook telah menjadi sarang keluhan tak terarah jutaan orang di dunia. Terkadang mereka mengeluhkan tentang sikap guru mereka, mengeluh tentang kepala kantor mereka, mengeluh tentang sikap manajer mereka, mengeluh tentang gaji mereka atau bahkan keluahan tentang pacar mereka. Mereka terasa begitu sulit untuk menahan godaan facebook yang menawarkan cara paling mudah untuk melaporkan perasaan dan aktivitas mereka setiap menit.
Umumny aktivitas yang dilakukan para facebooker adalah update status meraka dengan menuliskan apa yang mereka pikirkan, dari yang biasa, lucu hingga profokatif yang mengundang reaksi teman-temannya, atau mempublikasikan foto foto mereka dari yang paling terbaik hingga yang eksplisit menampilkan padangan pandangan ekstrim dan men-tag teman sebanyak mungkin. Memeriksa status-status sebelumnya lalu membalas komentar-komentar yang ada. Selanjutnya adalah memeriksa status atau foto-foto teman lalu memberik komentar atau memberi tanda like pada status dan foto-foto tersebut. Padahal ratusan informasi itu bisa dapat diakses dalam hitungan menit oleh siapa saja dengan mudah.
Bagi sebagian orang, hal mungkin wajar dan tidak memiliki dampak yang signifikan bagi prospek dan karir mereka. Sebagaian lagi dari mereka kemudian merasa cemas dan tidak nyaman ketika seorang guru, kepala kantor atau seorang manajer mengakses dan melihat semua identitas atau foto foto yang terpampang di facebook mereka. Sehingga banyak dari mereka yang kemudian menghapus atau menyembunyikan identitas mereka, membatasi akses terhadap identitas dan kontent kontent yang mereka tampilkan di Facebook bagi orang-orang tertentu atau bahkan mengganti nama profil mereka. Tetapi kenapa mereka harus merasa khawatir, ada begitu banyak alasan, ada yang khawatir akan menyinggung orang lain, atau mungkin menimbulkan pertikaian bernuansa SARA, ada juga yang merasa khawatir terhadap prospek karir mereka.
Berkaitan dengan prospek dan karir, kini ada sebuah trend dalam dunia kerja bahwa perusahaan ketika menyeleksi calon karyawan, mereka cenderung menggunakan bantuan Google untuk menemukan data tentang para kandidat. Carrier Builder, sebuah perusahan jasa yang menyediakan pengembangan karir online di Amerika Serikat pada tahun 2009 melaporkan sebuah hasil survei yang melibatkan lebih dari 2.600 manajer yang bertanggung jawab atas perekrutan karyawan menunjukan bahwa 45% perusahaan mereka melakukan menyelidiki potensi kandidat karyawan melalui situs jejaringan sosial ( Social networks). Menurut Carrier Builder bahwa ini adalah sebuah lompatan yang cepat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 22%. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 35% dari para manajer telah menolak kandidat karyawan mereka berkaitan dengan konten–konten yang mereka publikasikan di situs jejaringan sosial. Alasan terbesar (53%) mereka menolak kandidat karyawan adalah karena mempublikasikan foto-foto atau informasi yang profokatif atau tidak pantas. Berikutnya (44%) kandidat ditolak karena mempublikasikan konten tentang meminum minuman keras atau menggunakan obat obatan terlarang. Urutan ketiga (35%) kandidat ditolak karena mengumpat/menceritakan kejelekan tempat kerja mereka sebelumnya, menceritakan teman kerja mereka sebelumnya atau kejelekan klien merek. Disusul alasan keempat (29%) kandidat ditolak karena menunjukan ketidak cakapan berkomunikasi.
Tentunya survei adalah sebuah indikasi bahw saat ini dunia kerja telah memanfaatkan situs jejaringan sosial untuk melakukan screening terhadap calon-calon karyawan mereka. Terlepas dari pertimbangan apakah metode seperti ini bisa mewakili potensi seorang kandidat atau tidak, sebab masih ada aspek lainnya yang tidak nampak dengan hanya mamantau aktifitas seseorang di situs jejaringan sosial, ternd ini patutlah dipertimbangkan bagi para pencari kerja dengan mencoba berhati-hati dalam mempublikasikan gambar gambar atau menuliskan sesuatu pada situs jejaringan sosial sebab ke depan metode ini kemungkinan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang makin hari semakin canggih.

sumber:http://lifestyle.kompasiana.com

Keliru, Melarang Orang untuk Galau

Beberapa hari ini saya mendapat pesan, juga membaca beberapa status, mention, wall post yang pada intinya isinya serupa. Kalau diringkas bisa menjadi judul semacam “gerakan” yang berbunyi “GERAKAN ANTI GALAU”. Sungguh saya hanya tersenyum membacanya. Sebuah ajakan yang sepintas unik, dan mungkin saja maksudnya baik. Namun justru saya nilai salah. Pertama, terkesan kalau “Galau” itu sebuah perasaan yang menyimpang, salah atau mengganggu. Kedua, seperti ajakan yang menunjukkan kalau kita lupa bahwa yang namanya “galau” bukan baru muncul atau ngtren saat ini. Galau sudah ada sejak manusia lahir. Dan ketiga, Galau tak bisa dipisahkan dari keberadaan manusia. Eksistensi manusia justru salah satunya ditandai dengan hadirnya rasa galau pada suatu saat tertentu, dipicu oleh hal tertentu. Galau menunjukkan kalau manusia itu insan yang berjiwa dan punya rasa. Dengan kata lain memisahkan atau mencoret “galau” dari daftar sifat manusia sama artinya kita mengingkari keberadaan diri sendiri.
Jadi mengapa kita tak boleh galau ???. Karena galau lah manusia bisa berfikir. Karena galau lah banyak karya yang secara ajaib bisa tercipta. Lalu mengapa sebagian dari kita seperti memandang aneh kepada sesama yang kita anggap sedang galau ?. Akhirnya saya menemukan salah satu alasannya.
Social networking, entah itu facebook, twitter, tumblr, hello atau yang serupa ternyata menjadi alasan mengapa “Gerakan Anti Galau” itu dirasa harus ada. Adalah wajar ketika orang sedang merasa gundah, resah, sedih, kecewa, marah dan segenap rasa yang secara kumulatif disebut galau, lantas mencurahkan segalanya itu dalam bentuk tulisan status fb, twitter dan lain-lain.
“Daya jelajah” media jejaring sosial yang begitu luas dan cepat membuat ekspresi galau itu mudah sekali menyebar. Dan bukan hanya dari beberapa orang saja. Di saat yang sama mungkin ada ratusan orang yang galau secara bersamaan, maka bisa dipastikan time line di jejaring sosial pun berubah bak “tempat sampah” yang dipenuhi satu macam barang yang sama yakni “Galau”. Orang pun kemudian terganggu dan merasa risih dengan berbagai alasan. Rasa terganggu itu pun wajar. Namun dengan “Gerakan Anti Galau” hal itu menjadi tak wajar.
Sesungguhnya harus disadari ketika kita terjun ke dalam media jejaring sosial ada beberapa konsekuensi yang harus kita terima. Itulah media jejaring sosial yang kebetulan mampu merekam sekaligus mengabarkan ekspresi banyak orang. Lagipula andai terganggu kita bisa saja meremove orang yang punya kebiasaan “nyampah” itu dari daftar teman kita, atau “unfollow” saja. Tapi itu pun hanya sebuah pilihan.
Di sisi lain orang yang biasa atau sering tak sengaja menuliskan ekpresi galaunya di jejaring sosial juga perlu membatasi diri. Kontrol terbaik ada pada dirinya sendiri. Sisi mana yang pantas dan wajar untuk dibagi, dan sisi mana yang terlalu beresiko jika dishare melalui jejaring sosial.
Alasan “Gerakan Anti Galau” yang menyebutkan bahwa hanya Tuhan lah tempat sebaik-baiknya kita mengadu memang benar, kita pun pasti setuju, tapi hal itu salah tempat untuk “dikampanyekan”. Jejaring sosial tak harus dijadikan alasan mengapa kemudian orang dilarang galau.
“Galau” TIDAKLAH SAMA dengan “Labil”. Orang yang ditimpa kegalauan justru menunjukkan sifat manusiawinya. Orang yang tak pernah galau bisa jadi hatinya telah membatu, nuraninya sudah mengeras. Adakah orang yang seperti demikian ?. Saya ragu untuk menjawab “ada”. Orang yang mengaku “mati rasa” sekalipun pasti mengalami kegalauan. Mati rasa itu pun salah satu bentuk kegalauan. Masalahnya adalah dengan cara apa dan seperti apa orang mengekspresikan kegalauannya. Secara sederhana adalah “apa yang dilakukan orang ketika galau”. Seberapa tahan nurani dan hatinya mengekang kegalauan agar tidak menjurus pada sebuah fenomena yang disebut “Labil’. Itulah yang membedakan “galau” dan “labil”. Dan manusia mungkin makhluk yang sudah galau sejak lahir.
Membatasi diri dalam mengeluh melalui jejaring sosial itu baik. Self controlling itu penting. Tapi melarang seseorang untuk tak galau jelas keliru. Say No to Gerakan Anti Galau.

sumber: http://sosbud.kompasiana.com