Saat
ini Facebook tidak hanya digunakan sebagai sarana jejaringan sosial
yang bisa menghubungkan teman dan keluarga atau menemukan sahabat baru
serta menyebebarluaskan pesan kepada teman. Ada kecenderungan bahwa facebook juga digunakan sebagai sarana untuk mengintai (spying) aktivitas bahkan tingkah laku dan perasaan sesorang termasuk kekasih atau mantan kekasih. Di
sekolah seorang guru bisa memantau aktivitas dan tingkah laku seorang
siswa atau bahkan secara leluasa memerikasa isi profil siswa tersebut.
Tidak hanya itu, di kantor kantor dan persusahaan terkadang seorang
kepala kantor atau manajer bisa mengintai aktivitas dan tingkah laku
karyawan, memantau apa yang mereka tuliskan dan tampilkan pada timeline facebook mereka dan bahkan mengakses informasi pribada mereka.
Hal
itu sungguh sangat memungkinkan dilakukan sebab sering siswa atau
karyawan melampiaskan/mengeluhkan perasaan mereka di Facebook hingga tak
heran jika saat ini facebook telah menjadi sarang keluhan tak terarah
jutaan orang di dunia. Terkadang mereka mengeluhkan tentang sikap guru
mereka, mengeluh tentang kepala kantor mereka, mengeluh tentang sikap
manajer mereka, mengeluh tentang gaji mereka atau bahkan keluahan
tentang pacar mereka. Mereka terasa begitu sulit untuk menahan godaan facebook yang menawarkan cara paling mudah untuk melaporkan perasaan dan aktivitas mereka setiap menit.
Umumny aktivitas yang dilakukan para facebooker adalah update status meraka dengan menuliskan apa yang mereka pikirkan, dari yang biasa, lucu hingga profokatif yang mengundang reaksi teman-temannya, atau mempublikasikan foto foto mereka dari yang paling terbaik hingga yang eksplisit menampilkan padangan pandangan ekstrim dan men-tag
teman sebanyak mungkin. Memeriksa status-status sebelumnya lalu
membalas komentar-komentar yang ada. Selanjutnya adalah memeriksa status
atau foto-foto teman lalu memberik komentar atau memberi tanda like
pada status dan foto-foto tersebut. Padahal ratusan informasi itu bisa
dapat diakses dalam hitungan menit oleh siapa saja dengan mudah.
Bagi sebagian orang, hal mungkin wajar dan tidak memiliki dampak yang signifikan bagi prospek dan karir mereka. Sebagaian
lagi dari mereka kemudian merasa cemas dan tidak nyaman ketika seorang
guru, kepala kantor atau seorang manajer mengakses dan melihat semua
identitas atau foto foto yang terpampang di facebook mereka. Sehingga
banyak dari mereka yang kemudian menghapus atau menyembunyikan identitas
mereka, membatasi akses terhadap identitas dan kontent kontent yang
mereka tampilkan di Facebook bagi orang-orang tertentu atau bahkan
mengganti nama profil mereka. Tetapi kenapa mereka harus merasa
khawatir, ada begitu banyak alasan, ada yang khawatir akan menyinggung
orang lain, atau mungkin menimbulkan pertikaian bernuansa SARA, ada juga
yang merasa khawatir terhadap prospek karir mereka.
Berkaitan
dengan prospek dan karir, kini ada sebuah trend dalam dunia kerja bahwa
perusahaan ketika menyeleksi calon karyawan, mereka cenderung
menggunakan bantuan Google untuk menemukan data tentang para kandidat. Carrier Builder,
sebuah perusahan jasa yang menyediakan pengembangan karir online di
Amerika Serikat pada tahun 2009 melaporkan sebuah hasil survei yang
melibatkan lebih dari 2.600 manajer yang bertanggung jawab atas
perekrutan karyawan menunjukan bahwa 45% perusahaan mereka melakukan
menyelidiki potensi kandidat karyawan melalui situs jejaringan sosial ( Social networks). Menurut Carrier Builder
bahwa ini adalah sebuah lompatan yang cepat dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya 22%. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 35%
dari para manajer telah menolak kandidat karyawan mereka berkaitan
dengan konten–konten yang mereka publikasikan di situs jejaringan
sosial. Alasan terbesar (53%) mereka menolak kandidat karyawan adalah
karena mempublikasikan foto-foto atau informasi yang profokatif atau
tidak pantas. Berikutnya (44%) kandidat ditolak karena mempublikasikan
konten tentang meminum minuman keras atau menggunakan obat obatan
terlarang. Urutan ketiga (35%) kandidat ditolak karena
mengumpat/menceritakan kejelekan tempat kerja mereka sebelumnya,
menceritakan teman kerja mereka sebelumnya atau kejelekan klien merek.
Disusul alasan keempat (29%) kandidat ditolak karena menunjukan ketidak
cakapan berkomunikasi.
Tentunya survei adalah sebuah indikasi bahw saat ini dunia kerja telah memanfaatkan situs jejaringan sosial untuk melakukan screening
terhadap calon-calon karyawan mereka. Terlepas dari pertimbangan apakah
metode seperti ini bisa mewakili potensi seorang kandidat atau tidak,
sebab masih ada aspek lainnya yang tidak nampak dengan hanya mamantau
aktifitas seseorang di situs jejaringan sosial, ternd ini patutlah
dipertimbangkan bagi para pencari kerja dengan mencoba berhati-hati
dalam mempublikasikan gambar gambar atau menuliskan sesuatu pada situs
jejaringan sosial sebab ke depan metode ini kemungkinan akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang makin
hari semakin canggih.sumber:http://lifestyle.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar